Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Bagaimana Perlakuan PPN atas Pemakaian Sendiri?

image source: drobotdean / freepik

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) identik dengan pajak yang dikenakan dalam transaksi penyerahan barang maupun jasa kepada pembeli. Namun, dalam UU PPN, penyerahan BKP/pemanfaatan JKP untuk pemakaian sendiri juga termasuk objek PPN. Artikel ini akan membahas:

Pemakaian Sendiri Menurut Ketentuan Pajak

Sebelum berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dalam konteks PPN, pemakaian sendiri atas BKP maupun JKP dibagi menjadi dua kategori. Pertama, pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Tujuan produktif yang dimaksud adakah BKP/JKP digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, seperti proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga manajemen. Contohnya, PT XYZ menggunakan truk hasil produksi untuk kegiatan usaha mengangkut suku cadang.

Kedua, pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif. Tujuan konsumtif yang dimaksud adalah pemakaian sendiri yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha. Sebagai contoh, pabrik minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan dan para tamu. Contoh lainnya adalah perusahaan telekomunikasi seluler memberikan fasilitas bebas biaya telepon seluler kepada para direksinya.

Perubahan Ketentuan Pasca Berlakunya UU HPP

Perubahan UU PPN melalui UU HPP turut mengubah ketentuan mengenai pengenaan PPN atas pemakaian sendiri. Pada Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 (PP 44/2022), PPN dikenakan atas penyerahan BKP/pemanfaatan JKP untuk pemakaian sendiri. Pemakaian sendiri yang dimaksud merupakan pemakaian atau pemanfaatan untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik BKP/JKP produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. PP 44/2022 tidak lagi membagi perlakuan pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif/produktif.

Pada Pasal 6 ayat (5) PP 44/2022 disebutkan bahwa ketentuan mengenai PPN atas pemakaian sendiri akan diatur dalam PMK. Namun, hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan aturan terkait.

Penghitungan PPN atas Pemakaian Sendiri

Jika merujuk pada ketentuan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2010, PPN atas pemakaian sendiri dihitung dengan dasar pengenaan nilai lain (DPP nilai lain). Nilai lain yang digunakan adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. Tarif yang berlaku mengikuti tarif PPN secara umum, yakni 11%.

PPN Pemakaian Sendiri = 11% x (Harga jual/penggantian – laba kotor)

Saat Terutang

PPN terutang pada saat penyerahan BKP/pemanfaatan JKP. Dalam konteks pemakaian sendiri, penyerahan terjadi pada saat BKP berwujud diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemakaian sendiri. Untuk JKP, pemanfaatan terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.

Administrasi Faktur PPN Pemakaian Sendiri

Sesuai Pasal 26 ayat (1) PP 44/2022, Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat faktur pada saat penyerahan. Faktur dibuat sesuai dengan ketentuan umum pembuatan faktur pajak. Penghitungan PPN atas pemakaian sendiri menggunakan DPP nilai lain, sehingga menggunakan kode transaksi 04.

Dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022, disebutkan bahwa PKP dapat membuat faktur pajak ‘digunggung’ atau faktur pajak pedagang eceran. Faktur pajak dibuat tanpa harus mencantumkan identitas penerima BKP dan/atau JKP, serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur pajak ‘digunggung’ tersebut dapat digunakan untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP yang tidak berkaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya, atau digunakan untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP yang bersangkutan.